ANTROPOLOGI- Undip melakukan ekspedisi penelitian di Sumba Barat Daya. Kegiatan penelitian ini merupakan kerjasama antara komunitas Anthroplogy Research Expedition (ARE) dangan Keluarga Mahasiswa Antropologi Undip (Kawan Undip) di Kampung Toda, Desa Pero Batang, Kecamatan Kodi, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, selama 20 hari, yaitu mulai tanggal 5 hingga 25 Februari 2020. Kegiatan ini diikuti oleh 5 mahasiswa Antropologi Undip dari berbagai angkatan, Aulia Shazkia (2016) Bayu Kurniawan (2016) Fausta Dhafin (2017) Andreas Novales Rumapar (2018) Rafael De Reliant (2018) dan dua dosen pendamping Dr. Adi Prasetijo, MA bersama Ahmad Khairudin. M. Si.
Tujuan utama kegiatan ini adalah belajar melakukan penelitian etnografi, dengan tinggal bersama dengan masyarakat yang ada dikampung Toda, mencoba mengikuti kegiatan kemasyarakatan, dan melakukan pengabdian masyarakat dengan memberikan buku-buku untuk perpustakaan lokal di SMAN 1 Kecamatan Kodi, serta melakukan pengajaran tentang antropologi. Kampung Toda dipilih karena merupakan salah satu kampung adat yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya (ada 8 kampung adat) dimana tradisi Marapu (agama lokal) masihlah dijaga kuat oleh masyarakatnya.
Masing-masing dari kami, mempunyai tema penelitian yang berbeda. Misalnya Bayu Kurniawan, ia sangat tertarik dengan ritual tikam babi. Babi memang punya peran yang penting dalam masyarakat Sumba. Hampir semua upacara menggunakan babi sebagai medianya. Kemudian Shazkia yang memilih tema perempuan untuk menjadi penelitiannya. Memang tema itu sangat cocok untuk Shazkia. Selama dilapangan, ia punya peran besar sebagai “ibu” bagi kami-kami, serta keluwesannya dalam bergaul dengan kaum perempuan membuatnya sangat dipercaya oleh ibu-ibu di Toda. Lalu Fausta Dhafin yang sangat teliti dengan dengan arsitektur ‘Huma’ atau rumah khas masyarakat Sumba. Serta abang kami, Rafael, ia memilih untuk mempelajari pandangan anak muda terhadap Marapu sebagai kepercayaan lokal dalam konteks kekinian. Dan saya sendiri, saya tertarik untuk meneliti sirih, pinang, dan tembakau. Bagi saya sirih, pinang, dan tembakau adalah media komunikasi untuk masuk dalam masyarakat Sumba.
Masyarakat Toda Melakukan Ritual Sirih Pinang diatas Kuburan |
Mas Tijok (panggilan yang biasa kami untukan Pak Adi) dan Mas Adin mendampingi kami tiap harinya, lalu mengulas kembali pekerjaan kami tiap harinya, membenarkan cara bertanya kami, atau bagaimana seharusnya etika penelitian dilakukan. Misalnya suatu malam ia menegur kami. “ Kalian jika bertanya harap diperhatikan apakah informan tersebut sudah mengalami kelelahan dalam menjawab. Coba perhatikan gesture tubuh dan mimik wajah mereka”. Cukup melelahkan memang namun kami dapat belajar dari lapangan.
Foto Bersama kegiatan pengabdian Masyarakat dengan SMAN 1 Kodi |
Persiapan kegiatan ini dilakukan selama 1 tahun (2019) dengan melakukan seri diskusi, latihan penelitian, lalu kegiatan administrasi pengajuan izin, serta pencarian informasi serta data lapangan. Selama dilapangan kami tinggal dirumah Bapak Rato Rendikaka (Kepala Adat). Kami diterima dengan baik. Kami makan bersama, kemudian kami terlibat dalam beberapa kegiatan ritual dan puncaknya adalah ritual Pasola selama beberapa hari (15 – 19 Februari 2020), dimana kegiatan tersebut adalah kegiatan besar tahunan yang diikuti oleh masyarakat seluruh Sumba.
Pasola adalah kegiatan ‘peperangan’ antar kampung dengan melempar lembing dengan menunggangi kuda |
Hasil akhir kegiatan ini akan dilakukan pameran etnografi visual yang akan diadakan di Semarang. Banyak manfaat yang kami rasakan sebagai mahasiswa antropologi. Bagaimana misalnya saya menemukan apa yang saya cari, saya merasakan emik perspektif yang dimana saya menyatu dengan masyarakat, mengunyah sirih, pinang, tembakau. Saya belajar bagaimana untuk diterima. Tidak mudah memang, namun melalui pendekatan bahasa Kodi, saya dapat mengenal dan dikenal oleh mereka. Memang benar bahwa antropologi membuat kami mengenal dan memahami masyarakat lebih dekat.
Oleh Andreas ‘Ahong’ Rumapar (Ketua KAWAN Undip 2020)