Pada tanggal 14 Oktober 2022, program studi antropologi sosial menyelenggarakan acara Visiting Lecturer: Mengkaji Fenomena Epos Antroposen dari Perspektif Antropologi. Acara ini turut mengundang beberapa pengajar antropologi dari lintas universitas sebagai narasumber, di antaranya Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A. (Universitas Gadjah Mada), Dr.phil., Dra. Toetik Koesbardiati, Ph.D (Universitas Airlangga), dan Dr. Dede Mulyanto, M.A. (Universitas Padjadjaran). Tema antroposen diangkat karena menjadi perhatian utama dunia, terlebih perubahan antara lingkungan-alam semesta dan manusia sekitarnya sangat signifikan. Misal, meledaknya populasi manusia, persaingan pertumbuhan ekonomi negara, temperatur permukaan bumi meningkat, hilangnya area hutan, rusaknya biodiversitas, dan lainnya. Sayangnya, krisis tersebut tidak mudah dimitigasi karena dampaknya yang secara kontinyu akan terus terjadi beberapa milinea ke depan. Berdasarkan gambaran perubahan dramatis dalam hubungan antara manusia dan lingkungan alam seperti di atas, sudah seharusnya koridor ilmu pengetahuan, terlebih antropologi, menaruh perhatian khusus pada fenomena khas Antroposen yang terjadi secara global.

Setelah dibuka olehwakil dekan 1 Fakultas Ilmu Budaya , Dr. Alamsyah, M.Hum., dan kepala program studi antropologi sosial, Dr. Suyanto, M.Si. kemudian sesi pemaparan diawali oleh Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono. Beliau menerangkan fenomena antroposen melalui studi kasus perubahan di tataran mikro Muara Comal (Pekalongan, Jawa Tengah) kisaran tahun 1850 – 2020 yang memengaruhi aspek ekonomi, lingkungan, stratifikasi sosial dan lain sebagainya. Dinamika historis di mana awalnya daerah Comal yang tidak bertuan kemudian seiring waktu dimanfaatkan menjadi lahan perkebunan privat milik orang asing yang turut mengubah tingkat permukaan air laut di sekitarnya. Namun perubahan penggunaan area ini juga turut memengaruhi budaya dan cara pandang masyarakat sekitar, utamanya dalam sektor bisnis dan sentimen antar kelas sosial. Dari jejak historis Muara Comal dan daerah sekitarnya yang disajikan oleh Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, maka kita dapat menyadari bahwa fenomena antroposen memberikan dampak kompleks dan perlu ditinjau menggunakan berbagai perspektif.

Di sesi kedua, pemaparan dari Dra. Toetik Koesbardiati, Ph.D tentang antroposen dibahas melalui kacamata yang berbeda. Beliau meninjau fenomena antroposen dengan kaitannya terhadap perubahan gizi serta kualitas hidup manusia. Perkembangan ekonomi yang semakin pesat dan diiringi oleh globalisasi, mengakibatkan sentra bisnis franchise F & B (food and beverages) semakin meningkat. Sebagai dampaknya, banyak masyarakat Indonesia sekarang yang terjangkit obesitas yang kemudian merambat pada isu penyakit kesehatan lain, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan lain sebagainya. Kandungan makanan yang tinggi lemak, tinggi energi, tinggi karbo dan tinggi gula pada aneka produk makanan siap saji di era sekarang menjadi salah satu pemicu munculnya aneka penyakit tersebut. Padahal untuk memperoleh gizi yang seimbang masyarakat Indonesia dapat mengambil sumber vitamin dari makanan pokok lokal yang alami dan minim olahan. Hal ini lantas harus menjadi perhatian para antropolog karena preferensi konsumsi dan konsep sehat memiliki kaitan dengan kebudayaan yang dianut masyarakat.

Sebagai penutup acara, Dr. Dede Mulyanto, M.A. memaparkan presentasinya di sesi terakhir Visiting Lecturer dengan memberikan gambaran tentang antroposen dalam kacamata antropologi. Beliau menitikberatkan pada peran manusia/antropos dalam lingkungan dan sebagai aktor yang berperan utama pada perubahan alam semesta di epos antroposen. Akan tetapi jika dikaji secara historis, manusia menjadi sentral dalam perubahan alam semesta bukanlah sebuah fenomena yang baru. Sebagai bukti dari hasil penelitian beliau, penggundulan pegunungan Bandung selatan 2000 hektar/tahun dan pembabatan hutan-hutan rasamala (beserta kawan-kawan pepohonan lain serta satwa) sejak tahun 1875 dilakukan oleh buruh perkebunan pribumi yang dibayar murah oleh korporasi perkebunan Eropa. Selain itu, Dr. Dede Mulyanto, M.A. juga mengajak kita berpikir kritis apakah hari ini kita berhadapan dengan epos antroposen atau epos kapitalosen. Karena dalam kerangka pikir kapitalisme ekonomi politik lingkungan dieksploitasi demi akumulasi kapital yang berlipat ganda. Pemaparan kemudian diakhiri dengan sebuah ajakan untuk berefleksi tentang posisi kita sebagai manusia yang bernaung di alam semesta lewat beberapa kutipan pemikiran dari Friedrich Engels.