Kedungmulyo, Boyolali (20/07/2023) – Tradisi Malam Satu Suro adalah tradisi dalam menyambut tahun baru sistem penanggalan kalender Jawa yang bertepatan pada tanggal satu suro atau 1 Muharram pada kalender hijriah. Tradisi malam satu suro ini sangat erat kaitannuya dengan unsur-unsur kepercayaan lokal tradisional masyarakat jawa. Banyak masyarakat Jawa percaya bahwa malam satu suro memiliki pengaruh spiritual dan menjadi saat yang tepat untuk merenung, berdoa, serta merayakan atas berkah yang diberikan di awal tahun tersebut.

Hampir setiap masyarakat Jawa mengadakan upacara ataupun tradisi ketika malam satu suro tiba. Tradisi yang dilakukan pun beragam dan berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan di setiap daerah. Beberapa masyarakat ada yang melaksanakan tradisi malam satu suro dengan ziarah makam, membakar dupa, mengadakan selametan, hingga melakukan upacara khusus. Hal ini pula yang terjadi di Desa Kedungmulyo, dimana tradisi malam satu suro sudah berlangsung selama puluhan tahun dan masih terus dilaksanakan setiap tahunnya. Cara mereka menyambut tradisi malam satu suro pun dapat dikatakan cukup menarik untuk dibahas.

Muhammad Farid Akbar, Mahasiswa KKN Tim II UNDIP 2023 Desa Kedungmulyo dari Jurusan Antropologi Sosial, bersama rekan-rekan berusaha mengulik makna dari setiap prosesi tradisi malam satu suro di Dukuh Ngrakum Desa Kedungmulyo melalui etnografi pencatatan makna dan simbol. Proses pencatatan ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu wawancara kepada beberapa narasumber seperti sesepuh desa dan kepala dukuh, serta mengikuti setiap prosesi yang berlangsung pada tradisi malam satu suro tersebut. Hasilnya, setiap prosesi yang berlangsung dari awal hingga akhir tradisi malam satu suro memiliki makna dan tujuannya tersendiri yang dipercaya oleh masyarakat Ngrakum.

Simbol dan Makna yang terkandung dalam tradisi malam satu suro di Desa Kedungmulyo antara lain sebagai berikut:

  1. Penguburan Kaki dan Kepala Kambing: Sebelum acara malam satu suro dimulai pada malam hari, masyarakat Kedungmulyo melakukan penyembelihan kambing terlebih dahulu pada siang hari. Penguburan kaki dan kepala kambing ini dipercaya oleh masyarakat Ngrakum sebagai salah satu bentuk tolak bala. Sebelum proses penguburan, dilakukan pembacaan doa terlebih dahulu oleh sesepuh desa.
  2. Ayam Panggang: Ayam Panggang ini menjadi simbol atau sarana permintaan doa pada tuhan. Menurut penuturan Pak Suparman selaku sesepuh desa, masyarakat Jawa akan meminta apapun kepada tuhan harus memiliki sarananya.
  3. Pembacaan Ikrar: Ikrar adalah doa yang dibacakan dalam bahasa jawa yang selalu dibacakan setiap syukuran, tradisi, atau upacara-upacara pada masyarakat Jawa. Ikrar yang dibacakan tersebut bertujuan untuk berdoa kepada tuhan dan syukur atas berkah tahun baru. Selain itu, ikrar dibacakan untuk menjunjung kanjeng Nabi Muhammad SAW dan kelurganya.
  4. Uang Wajib: Uang Wajib adalah uang sedekah bagi mereka yang tidak mempu membawa ayam panggang, atau dalam arti lain sebagai uang pengganti. Uang Wajib ini juga dimaknai sebagai tanda terima kasih kepada Pak Bayan, pembaca doa, dan pembaca ikrar karena telah didoakan. Uang wajib ini tidak dituntut nominal yang harus diberikan, tetapi hanya seikhlasnya saja.

Oleh karena itu, dengan adanya pencatatan makna dan simbol dari tradisi malam satu suro di Desa Kedungmulyo ini diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat luas untuk lebih mengenal kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat. Pencatatan ini juga dapat dimanfaatkan bagi anak muda di Desa Kedungmulyo untuk dapat terus melanjutkan tradisi malam satu suro ini di masa depan. Selain itu, pencatatan symbol dan makna ini diharapkan agar masyarakat lebih menghargai keragaman budaya dan kearifan lokal yang ada.

Oleh: Muhammad Farid Akbar